Iklan

google.com, pub-9195817467890296, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Minggu, 29 Juni 2014

DAFTAR FORMASI CPNS 2014 PEMERINTAH DAERAH SELURUH INDONESIA

DAFTAR FORMASI CPNS 2014
PEMERINTAH DAERAH SELURUH INDONESIA
(SUMBER DATA: KEMENTERIAN PANRB)

cat cpns aceh 2014
cpns sumut 2014
cpns sumbar
cpns riau
cpns jambi
cpns sumsel 2014
cpns babel 2014
cpns bengkulu 2014
cpns lampung 2014
cpns kepri 2014
cpns jakarta 2014
cpns jawa barat 2014
cpns banten 2014
cpns jawa tengah
cpns jogja
cpns jawa timur
cpns kalteng
cpns kalbar

cpns kalsel

cpns kaltim

cpns kaltaru
cpns
cpns gorontalo
cpns 2014
cpns
cpns
cpns sulawesi
cpns bali
cpns ntb
cpns ntt
cpns maluku
cpns maluku utara
cpns papua
cpns papua barat

FORMASI DETAIL INSTANSI PUSAT DAN DAERAH

Mengajarkan si Kecil Berpuasa

Mengajarkan si Kecil Berpuasa

Ilustrasi https://www.facebook.com/raju.sniper

Selamat Datang Ramadhan.

Menyambutnya dengan penuh suka cita menjadi keharusan bagi setiap muslim. Bagaimana dengan orang tua yang ingin mengajarkan si kecil berpuasa? Biasanya pada usia 5 tahun, si kecil sudah bisa diajarkan untuk berpuasa. Ada beberapa hal yang bisa orang tua persiapkan untuk melatih si kecil untuk menjalankan ibadah Ramadhan, diantaranya:
1.  Berikan penjelasan pada si kecil tentang kemuliaan bulan suci Ramadhan. Tentunya, dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai dengan usianya. Biasanya, anak-anak akan bertanya kenapa Allah mewajibkan umat Islam untuk berpuasa. Jelaskanlah, bahwa ini adalah kewajiban yang memang Allah perintahkan hanya untuk orang-orang yang beriman.
2.   Jika tahun ini adalah kali pertama si kecil berpuasa, orang tua bisa menerapkan sistem puasa setengah hari. Biarkan si kecil berbuka pada saat Dhuhur, kemudian lanjutkan untuk menyempurnakannya hingga Maghrib tiba. Cara ini bisa menjadi stimulasi yang efektif agar si kecil tidak kaget ketika mereka harus menahan lapar dan haus.
3.  Di awal berpuasa, kebanyakan si kecil akan mengeluh dan merengek. Beri semangat dan reward yang akan mereka dapatkan jika bisa menuntaskan puasnya. Si kecil pun akan kembali bersemangat. Jika terus saja merengek, mintalah mereka untuk istirahat dan orang tua bisa menemani mereka sampai mereka terlelap.
4.   Siapkan menu sahur dan berbuka yang menarik. Orang tua bisa menanyakan pada si kecil mau dibuatkan apa untuk sahur dan berbuka. Siapkan makanan yang telah mereka pilih.
5.  Ajarkan juga si kecil untuk mengisi Ramadhannya dengan mengaji dan shalat Tarawih bersama. Beri pejelasan, mengapa di bulan Ramadhan harus memperbanyak ibadah kepada Allah.
6.   Siapkan reward untuk si kecil yang berhasil berpuasa di bulan Ramadhan walaupun puasa mereka tidak penuh. Pilihlah reward yang bermanfaat seperti tas sekolah baru, sepatu baru atau baju baru. Komunikasikan kepada si kecil perihal reward yang nantinya bisa mereka dapatkan dan minta ia untuk mengajukan pilihan dengan catatan barang yang nantinya didapatkan haruslah barang-barang yang bermanfaat.
7. Beri mereka pujian dengan kata-kata yang membangkitkan semangat. Pujian akan membuat mereka semakin bangga karena berhasil melewati bulan istimewa Ramadhan dengan ikut serta berpuasa.

Dengan melatih si kecil berpuasa, kita telah mengajarkan si kecil mentaati perintah Allah. Kelak, usia mereka bertambah dan kewajiban berpuasa sudah menjadi keharusan, mereka tidak berat menjalaninya ataupun mengeluh. Mereka akan terbiasa melaksanakan puasa karena telah terlatih sejak kecil. Jangan membiarkan anak-anak kita melewati Ramadhan tanpa ikut serta berpuasa dengan alasan kasihan karena mereka masih kecil. Yakinlah bahwa si kecil mampu menjalaninya. Dengan dukungan dan semangat dari orangtua, si kecil pasti mampu berpuasa.

Menyiapkan Diri Menyambut Ramadhan

Menyiapkan Diri Menyambut Ramadhan


Oleh: Iskandar, S.Pd.I

ilustrasi (inet)
ilustrasi
Tak terasa kita telah memasuki bulan Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi seorang muslim, tentu kedatangan bulan Ramadhan akan disambut dengan rasa gembira dan penuh syukur, karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat dan menuai pahala serta sarana menjadi orang yang muttaqin.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita melakukan persiapan diri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar Ramadhan kali ini benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi orang yang bertaqwa.

Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Swt dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya. Bukan pula pergi ke pantai menjelang Ramadhan untuk rekreasi, makan-makan dan bermain-main.
Jadi, bagaimana sebenarnya cara kita menyambut Ramadhan? Apa yang mesti kita persiapkan dalam hal ini? Maka tulisan ini mencoba memberi jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut penulis, banyak hal yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan menyambut  kedatangan Ramadhan, yaitu:
Pertama, berdoa kepada Allah Swt, sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih. Mereka berdoa kepada Allah Swt dengan sungguh-sungguh agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya dan selama enam bulan berikutnya mereka berdoa agar puasanya diterima Allah Swt, karena berjumpa dengan bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Swt. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif Al-Ma’aarif: 174)
Di antara doa mereka itu adalah: ”Ya Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan”.  Dan doa yang populer: ”Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”.
Kedua, menuntaskan puasa tahun lalu. Sudah seharusnya kita mengqadha puasa sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan berikutnya. Namun kalau seseorang mempunyai kesibukan atau halangan tertentu untuk mengqadhanya seperti seorang ibu yang sibuk menyusui anaknya, maka hendaklah ia menuntaskan hutang puasa tahun lalu pada bulan Sya’ban. Sebagaimana Aisyah r.a  tidak bisa mengqadha puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja tanpa ada uzur syar’i  sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga, persiapan keilmuan (memahami fikih puasa). Mu’adz bin Jabal r.a berkata: ”Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh karena itu, suatu amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Maka dalam hal ini, hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa yang benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Begitu juga ilmu sangat diperlukan dalam melaksanakan  ibadah lainnya seperti wudhu, shalat, haji dan sebagainya. Maka, menjelang Ramadhan ini sudah sepatutnya kita untuk membaca buku fiqhus shiyam (fikih puasa) dan ibadah lain yang berkaitan dengan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan membaca al-Quran.
Kempat, persiapan jiwa dan spiritual. Persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah Saw.
Persiapan jiwa dan spiritual merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya untuk memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs) dengan berbagai amal ibadah dapat melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, dan amalan-amalan hati lainnya yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang berkualitas. Salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk menyambut Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah di bulan sebelumnya, minimal di bulan Sya’ban ini seperti memperbanyak puasa Sunnat.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan sunnah Rasul saw. Aisyah ra, ia berkata, “Aku belum pernah melihat Nabi saw berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Nabi saw berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Rabb semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti shalat tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka hal itu tidak ada dalil shahih yang mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan sandaran mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah) yang tidak bisa dijadikan hujjah dalam persoalan ibadah, bahkan maudhu’ (palsu)Oleh Sebab itu, Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu).
Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak mendapatkan hadits marfu’ yang shahih tentang puasa pada pertengahan bulan Sya’ban. Adapun hadits keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah saya telah mengetahui bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah” (Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata, “Adapun hadits-hadits yang terdapat dalam masalah ini, semuanya adalah hadits palsu sebagaimana dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15, 16), maka ia boleh melakukan puasa pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan lainnya tanpa mengkhususkan hari itu saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa pada hari nisfu Sya’ban dengan menyangka bahwa hari-hari tersbut memiliki keutamaan dari pada hari lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih” (Fiqh As-Sunnah: 1/416).
Kelima, persiapan dana (finansial). Sebaiknya aktivitas ibadah di bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini setiap muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq, shadaqah dan ifthar (memberi bukaan). Karena itu, sebaiknya dibuat sebuah agenda maliah (keuangan) yang mengalokasikan dana untuk shadaqah, infaq serta memberi ifhtar selama bulan ini. Moment Ramadhan merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah kita. Ibnu Abbas r.a berkata, ”Nabi Saw adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam persiapanmaliah adalah mempersiapkan dana agar dapat beri’tikaf dengan tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.
Keenam, persiapan fisik yaitu menjaga kesehatan. Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangat penting. Kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat dapat melakukan ibadah dengan baik. Namun sebaliknya bila seseorang sakit, maka ibadahnya terganggu. Rasul saw bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim) Maka, untuk meyambut Ramadhan kita harus menjaga kesehatan dan stamina dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan bergizi, dan istirahat cukup.
Ketujuh, menyelenggarakan tarhib Ramadhan. Disamping persiapan secara individual, kita juga hendaknya melakukan persiapan secara kolektif, seperti melakukan tarhib Ramadhan yaitu mengumpulkan kaum muslimin di masjid atau di tempat lain untuk diberi pengarahan mengenai puasa Ramadhan, adab-adab, syarat dan rukunnya, hal-hal yang membatalkannya atau amal ibadah lainnya.
Menjelang bulan Ramadhan tiba, Rasul saw memberikan pengarahan mengenai puasa kepada para shahabat. Beliau juga memberi kabar gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan menjelaskan berbagai keutamaannya. Abu Hurairah ra berkata, “menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah saw bersabda, “Telah datang kepada kamu syahrun mubarak (bulan yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi). Selain itu, banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw untuk memberi motivasi dan semangat kepada para sahabat dan umat Islam setelah mereka dalam beribadah di bulan Ramadhan.
Akhirnya, penulis mengajak seluruh umat Islam khususnya di Aceh untuk menyambut bulan Ramadhan yang sudah di ambang pintu ini dengan gembira dan  mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal. Selain itu kita berharap kepada Allah Swt agar ibadah kita diterima, tentu dengan ikhlas dan sesuai Sunnah Rasul SAW. Semoga kita dipertemukan dengan Ramadhan dan dapat meraih berbagai keutamaannya.

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan


Oleh: Iskandar, S.Pd.I
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi
Ya Allah berkatilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan” (HR. Ahmad & At-Tabrani)
Saudaraku seiman yang saya cinta karena Allah SWT, tidak terasa bulan suci, bulan magfirah, bulan penuh rahmat, bulan diturunkannya Al-Qur’an, bulan yang didalamnya terdapat lailatul qadr yang dinanti-nati sudah dihadapan mata. Hanya hitungan hari menuju bulan mulia itu. Karena kemuliaan dan spesialnya bulan tersebut maka sudah seharusnya kita sebagai ummat Islam mempersiapkan diri dan keluarga.
Persiapan disini kami maksud bukan hanya menunggu datangnya bulan Ramadhan. Tetapi persiapan disini adalah mempersiapkan bekal untuk bekal di bulan Ramadhan. Tujuan mempersiapkan bekal ini bermaksud untuk mengoptimalkan ibadah kita pada bulan yang didalamnya terdapat malam lebih dari 1000 bulan. Ada beberapa hal yang penting untuk dipersiapkan antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, Persiapan Ruhiyah. Rasulullah memberikan contoh kepada kita untuk senantiasa mempersiapkan diri untuk menyambut pausa. Aisyah pernah berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa sunnah di satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Sungguh, beliau berpuasa penuh pada bulan Sya’ban”. (HR. Bukhari).
Ibadah lain juga harus dipersiapkan seperti perbanyak tilawah, qiamulail, shalat fardhu bejamaah di masjid, al-ma’tsurat kubra pagi dan petang. Hal ini dimaksudkan agar sejak bulan Sya’ban kadar keimanan kita sudah meningkat. Boleh dikiaskan, bulan Rajab dan Sya’ban adalah masa warming up sehingga ketika memasuki Ramadhan kita sudah bisa menjalani ibadah shaum dan sebagainya itu sudah menjadi hal yang biasa.
Orang sadar maupun yang tersadarkan memahami bahwa mempersiapkan keimanan itu bukan hanya pada bulan Sya’ban ini saja. Tetapi dipersiapkan disetiap hari, namun pada momentum ini diharapkan untuk meningkatkan persiapannya. Bulan Sya’ban ini juga bisa dikatakan sebagai bulan batu loncatan untuk optimalisasi ibadah di bulan Ramadhan nanti.
Kedua, Persiapan Jasadiyah. Untuk memasuki Ramadhan kita memerlukan fisik yang lebih prima dari biasanya. Sebab, jika fisik lemah, bisa-bisa kemuliaan yang dilimpahkan Allah pada bulan Ramadhan tidak dapat kita raih secara optimal. Maka, sejak bulan sya’ban ini mari persiapkan fisik seperti olah raga teratur, membersihkan rumah, makan-makanan yang sehat dan bergizi.
Ketiga, Persiapan Maliyah. Persiapan harta ini bukan untuk membeli keperluan buka puasa atau hidangan lebaran sebagaimana tradisi kita selama ini. Mempersiapkan hara adalah untuk melipatgandakan sedekah, karena Ramadhanpun merupakan bulan memperbanyak sedekah. Pahala bersedekah pada bulan ini berlipat ganda dibandingkan bulan-bulan biasa.
Keempat, Persiapan Fikriyah. Agar ibadah Ramadhan bisa optimal, diperlukan bekal wawasan yang benar tentang Ramadhan. Mu’adz bin Jabal r.a berkata: “Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh karena itu, ketika orang mau beramal tentulah harus mempunyai ilmu, jika tidak bisa-bisa akan menjadi banyak kerusakan. Cara untuk mempersiapkan ini antara lain dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis ilmu tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntutan Rasulullah SAW, selama Ramadhan. Menghafal ayat-ayat dan doa-doa yang berkait dengan berbagai jenis ibadah, atau menguasai berbagai masalah dalam fiqh puasa, dan juga penting untuk dipersiapkan.
Semoga persiapan kita mengantarkan ibadah shaum dan berbagai ibadah lainnya, sebagai yang terbaik dalam sejarah Ramadhan yang pernah kita lalui. Demikian tips persiapan untuk menyambut bulan ramadhan, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bishawab . . .

Sabtu, 28 Juni 2014

Daftar Daerah Aceh yang buka Penerimaan CPNS 2014

Daftar Daerah Aceh yang buka Penerimaan CPNS 2014

CPNS 2014 Kemen PAN-RB telah mengeluarkan data terkait daftar daerah mana saja 
yang menggelar lowongan CPNS 2014 di lingkungan Pembkab/ Pemko wilayah aceh. 
Dikabarkan Aceh akan membuka Rekrutmen Calon pegawai negeri sipil diberbagai area. 
Namun hanya sebagian besar saja yang disetujui untuk mendapatkan kuota dan formasi 
yaitu sebanyak 15 kabupaten/kota di wilayah Aceh. 
Adapun Daftar Daerah yang buka Penerimaan CPNS Aceh 2014 adalah sebagai berikut

Daftar Daerah Aceh buka lowongan CPNS 2014
  1. Aceh Barat
  2. Bener Meriah
  3. Bireuen
  4. Gayo Lues
  5. Nagan Raya
  6. Pidie
  7. Aceh Selatan
  8. Aceh Singkil
  9. Aceh Tamiang
  10. Aceh Tenggara
  11. Aceh Timur
  12. Pidie JayA
  13. Aceh Barat Daya
  14. Aceh Besar
  15. Simelue
Pendaftaran CPNS Aceh 2014
Daftar Daerah CPNS Aceh 2014
Sedangkan untuk wilayah Pemprov aceh 
tidak diberikan jatah untuk mengadakan 
Rekrutmen CPNS 2014.  
Sementara itu pemda diseluruh indonesia 
yang tidak disetujui untuk melakukan rekrutmen CPNS 
sebanyak 141 instansi diantaranya 29 kota, 
106 kabupaten, dan 6 pemerintah provinsi. 
Hal tersebut dibenarkan oleh 
bapak Herman Suryatman selaku Kepala
Biro Hukum, Informasi, dan Komunikasi Publik 
Kemen PAN-RB. 
Beliau mengatakan 141 Pemda tersebut 
tidak disetujui karena dianggap belum memenuhi 
persyaratan dan kriteria akan anggaran belanja pegawai
APBD harus dibawah 50 %. 
Bahkan bisa juga kebutuhan pegawai setiap daerah 
yang sudah dianggap cukup.

Disamping itu Beliau mengatakan bahwa formasi dan jumlah kursi yang akan dibuka pada masing-masing instansi
masih dalam masa analisis. Beliau menuturkan bahwa jumlah kuota yang diajukan pemda tidak lantas semuanya
akan dipenuhi, namun semua harus dianalisis sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja. 
Sementara itu beliau mengatakan bahwa Pengadaan analisis tiap daerah direncanakan akan siap pada akhir juni ini


Metode Lulus CPNS Aeh 2014
Kita sudah mengetahui daerah aceh yang membuka lowongan kerja cpns 2014, 
Tahun ini pemerintah akan mewajibkan kepada semua seleksi ujian diseluruh indonesia dengan memakai 
sistem CAT (Computer Asssited Test). 
Semua materi yang akan diujikan berbentuk tes kompetensi dasar (TKD) yang terdiri atas  :
  1. Tes wawasan kebangsaan
  2. Tes intelegensia umum
  3. Tes karakteristik pribadi
  4. Tes kompetensi bidang (Bagi pelamar formasi tertentu seperti tenaga guru, dosen, penyuluh, dokter, dan lain-lain)
Maka dari itu disarankan agar peserta ujian CPNS 2014 sudah memahami semua bentuk soal-soal latihan CPNS
dengan fitur software CAT. Semua materi soal-soal CPNS dan Software CAT 
yang disebutkan diatas bisa anda dapatkan. 
Dengan cara ini anda bisa melakukan simulasi ujian CPNS dengan bantuan software CAT di laptop 
atau komputer anda. Tunggu apalagi segera pesan Software CAT dan Ribuan Ebook soal-soal TKB/TKD 
Selamat sukses.

Minggu, 22 Juni 2014

7 Contoh Kesalahan Orang Tua Dalam Mendidik Anak

7 Contoh Kesalahan Orang Tua Dalam Mendidik Anak


Kesalahan dalam proses pendidikan anak sangat boleh jadi dilakukan oleh orang tua. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaktahuan mereka. Oleh karena itu, mengetahui kesalahan dalam proses pendidikan menjadi penting bagi para orang tua agar hal tersebut dapat dihindari sehingga memberikan peluang suksesnya proses pendidikan yang dilakukan. Berikut ini 7 contoh kesalahan orang tua dalam mendidik anaknya.
1. Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan.
Ini merupakan kesalahan terpenting karena anak belajar dari orangtua beberapa hal, tetapi ternyata bertentangan dengan apa yang telah diajarkannya. Tindakan ini berpengaruh buruk terhadap mental dan perilaku anak. Allah Azza Wa Jalla mencela perbuatan ini dengan firman-Nya,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3) [الصف : 2 ، 3]
“Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan” (Qs.Ash Shaff:2-3).

Bagaimana anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah sementara ia melihat bapaknya menipu ? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek dan berakhlak buruk?
2. Kedua orangtua tidak sepakat atas cara tertentu dalam pendidikan anak.
Kadangkala seorang anak melakukan perbuatan tertentu di hadapan kedua orangtua. Tetapi akibatnya sang ibu memuji dan mendorong sedang sang bapak memperingatkan dan mengancam. Anak akhirnya menjadi bingung mana yang benar dan mana yang salah di antara keduanya. Dengan pengertiannya yang masih terbatas, ia belum mampu membedakan mana yang benar dan yang salah sehingga hal itu akan mengakibatkan anak menjadi bimbang dan segala urusan tidak jelas baginya.
Sementara, kalau kedua orangtua mempunyai cara yang sama dan tidak memujukkan perbedaan ini, niscaya tidak terjadi kerancuan tersebut.
3. Membiarkan Anak jadi korban televisi.
Media massa mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam perilaku dan perbuatan anak dan media paling berbahaya adalah televisi. Hampir tidak ada rumah yang tidak mempunyai televisi. Padahal pengaruhnya demikian luas terhadap anak maupun orang dewasa, terhadap orang-orang berpengetahuan maupun yang terbatas pengetahuannya Plomery, seorang peneliti mengatakan: “Anak pada umumnya, dan kebanyakan orang dewasa, cenderung menerima tanpa mempertanyakan segala informasi yang tampil di film-film dan kelihatan realistis. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara yang lebih baik. Maka akal pikiran mereka menelan begitu saja nilai-nilai yang rendah itu.
Banyak orang tua yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlak dan fithrah mereka, sampai apa yang dinamakan dengan acara anak-anak pun penuh dengan pemikiran-pemikiran keji yang diperoleh anak melalui acara yang ditayangkan. Banyak film kartun yang berisi kisah cinta dan roman … sampai diantara anjing atau binatang lainnya. Tidakkah Anda melihat bagaimana seekor kucing betina dalam acara itu – ditampilkan sangat anggun … berdandan dengan bulu mata panjang dan mata yang bercelak indah … serta buah dada yang montok … berlenggak lenggok untuk menggaet hati sang kucing jantan.” Tayangan ini semua menyerbu dunia anak dan menodai fithrah yang suci dengan dalih acara anak-anak”. Oleh karena itu anak-anak kita harus dilindungi dari perangkat yang merusak ini. Hal ini, tak diragukan lagi, bukan sesuatu yang mudah tetapi juga tidak mustahil, jika kita ingin menjaga akhlak putera-puteri kita. Semoga Allah melimpahkan ma’unah-Nya kepada kita.
4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh.
Kesalahan yang amat serius dan banyak tejadi di masyarakat kita adalah fenomena kesibukan ibu dari peran utamanya merawat rumah dan anak-anak dengan hal-hal yang tentunya tak kalah penting dari pendidikan anak. Misalnya, sibuk dengan karir di luar rumah, atau sering mengadakan kunjungan, menghadiri pertemuan, atau hanya karena malas-malasan dan tidak mau menangani langsung urusan anak. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap kejiwaan anak dan nilai-nilai yang diserapnya. Sebab, “Anak kecil adalah orang pertama yang dirugikan dengan keluarnya ibu dari rumah untuk berkarir. Ia akan kehilangan kasih sayang, sebab sang ibu membiarkannya dalam perawatan wanita lain seperti pembantu, atau membawanya ke tempat pengasuhan. Dan bagaimanapun, anak akan kehilangan kasih sayang ibu. Ini berbahaya sekali terhadap kejiwaan anak dan masa depannya, karena anak berkembang tanpa kasih sayang.
5. Berlebihan dalam memberi hukuman dan balasan.
Hukuman adalah sesuatu yang disyariatkan dan termasuk salah satu sarana pendidikan yang berhasil yang sesekali mungkin diperlukan para orang tua.
Namun ada yang sangat berlebihan dalam menggunakan sarana ini, sehingga membuat sarana itu berbahaya dan berakibat yang sebaliknya.
6. Berusaha mengekang anak secara berlebihan.
Yaitu tidak diberi kesempatan bermain bercanda dan bergerak. Ini bertentangan dengan tabiat anak dan bisa membahayakan kesehatannya, karena permainan penting bagi pertumbuhan anak dengan baik. “Permainan di tempat yang bebas dan luas termasuk faktor terpenting yang membantu pertumbuhan jasmani anak dan menjaga kesehatannya”
7. Mendidik anak menjadi tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya.
Sayang ini banyak terjadi di kalangan bapak-bapak; padahal ini berpengaruh jelek terhadap masa depan anak dan pandangannya pada kehidupan. Karena anak yang terdidik rendah pribadi dan tidak percaya diri akan tumbuh menjadi penakut lemah dan tidak mampu menghadapi beban dan tantangan hidup, bahkan setelah dawasa.
Karena itu, seyogianya kita mempersiapkan anak-anak kita untuk dapat melaksanakan tugas-tugas agama dan dunia. Dan hal ini tidak tercapai kecuali dengan mendidik mereka memiliki rasa percaya dan harga diri namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa mengupayakan agar anak dikenalkan kepada hal-hal yang bernilai tinggi dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah.
Demikianlah 7 contoh kesalahan orang tua dalam mendidik anak. Masih banyak bentuk kesalahan yang lainnya, namun karena keterbatasan tempat maka kami mencukupkan hanya dengan 7 contoh di atas. Semoga Alloh melindungi kita- para orang tua- dari terjatuh ke dalam kesalahan-kesalahan tersebut dan kesalahan yang lainnya. Amien. Wallohu a’lam. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya. Amin . . .
Salam Pendidikan Yang Bermutu Buat Aceh Jaya
Oleh : Iskandar, S.Pd.I

Mulianya Profesi Seorang Guru

Mulianya Profesi Seorang Guru


Seorang guru adalah juga seorang pendidik, dan pendidik adalah orang yang mempunyai tanggungjawab untuk membimbing, membina sekaligus mengayomi. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Tanpa pendidik, suatu bangsa tidak akan pernah maju. Ketika Nagasaki dan Hiroshima dibom atom oleh sekutu pada tahun 1945, seorang yang sangat diutamakan untuk selamat adalah guru/pendidik. Hal ini ditujukan agar generasi penerus masih dapat bertahan hidup karena memiliki sebuah harta yang paling berharga yaitu ilmu.
Sebuah profesi yang mulia bahkan mungkin yang paling termulia didunia adalah menjadi pengajar kebaikan(lebih mudahnya saya sebut saja guru). Jika kita saksikan ada pejabat yang sukses, ataupun insinyur, dokter, pengusaha ataupun profesi-profesi lainnya, tentunya tidak akan terlepas dari sentuhan ketulusan ilmu yang diberikan oleh seorang guru. Karena itu ilmu yang diberikan oleh guru akan memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia, menjadi bagian dari ibadah jariyah yang senantiasa mengalir kebaikannya baik didunia maupun akhirat.
“ Diantara amal dan kebaikan yang menyusul seseorang sesudah matinya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarluaskan, ….” (HR: Ibnu Majah, Baihaqi dan ibnu khuzaimah).
“ Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak sedikitpun dari pahala mereka yang berkurang. “ (HR: Muslim (2674)).
Pendidikan Islam pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam merupakan prototype yang terus menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Beliau melakukan pendidikan Islam setelah mendapatkan perintah Allah SWT dalam surat Al-Mudatsir ayat 1-7. Menyeru berarti mengajak, dan mengajak berarti mendidik. Beliau menyadarkan umat manusia tentang pentingnya mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Salah satu cara pengembangan ilmu pengetahuannya adalah dengan mengajarkan pada umatnya menjadi pengajar atau pendidik (mu’allim).
Profesi mulia guru adalah profesi Nabi dan Rasul. Hakikat diutusnya para nabi dan rasul Allah adalah untuk memberikan pengajaran kepada manusia, dengan ilmu yang bersumber pada kitabullah, dan juga hikmah kehidupan dari teladan yang dicontohkan dari sunnah-sunnah(kebiasaan). Keilmuan yang mereka sebarkan adalah kabar gembira bashiran yang akan memberikan harapan dan optimisme, serta peringatan nadziran untuk mengingatkan mereka senantiasa menjaga jalan kehidupan di jalan yang lurus.

               [ كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ [٢:١٥١
" Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. " (Al-Baqarah(2):151).
Pada dasarnya, ada 3 hal yang menjadi tugas pokok seorang Rasul sebagai pegangan bagi seorang guru/mu’allim:
1.    Tilawah (membacakan ayat-ayat Allah SWT)
2.    Tadzkiyah (membersihkan jiwa)
3.    Ta’lim (mengajarkan Al-Qur’an dan As-sunnah)

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Jumuah(62):2).
Dalam mendidik, pendidik hendaknya dapat menempatkan dirinya sebagai guru yang berkarakter sebagai:
1.    Perencana
2.    Inisiator
3.    Motivator
Namun dalam profesinya, beragam sikap dan perilaku yang dilakukan guru dalam menyikapi profesinya. Paling tidak ada empat potret bagaimana guru menjalani profesinya.
Potret Pertama
Ada diantara orang yang berprofesi guru menganggap pekerjaannya hanyalah untuk sumber kehidupan dan mencari keuntungan materi. Mereka menjalani aktifitas kesehariannya untuk mengajar dan mendapatkan reward gaji untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Tanpa ada perasaan bertanggung jawab, dalam benak mereka apa yang mereka ucapkan dan apa yang mereka tuliskan hanyalah untuk imbalan materi, tidak lebih.
Potret Kedua
Sebagian orang berprofesi guru dengan menganggap profesionalisme guru adalah bagaimana mereka memberikan materi pengajaran yang isinya hanyalah teori, rumus dan beragam komposisi sesuatu. Dalam benak mereka ilmu adalah huruf dan angka, untuk dihafalkan atapun dihitung. Mereka mengajar dengan acuh tak acuh seperti halnya berbicara pada batu, jauh dari makna dan realita.

Potret Ketiga
Sedangkan  yang lain adapula orang yang berprofesi guru karena terpaksa. Mungkin karena tidak ada pekerjaan lain, ataupun ada kesempatan buta mereka mengambil profesi guru. Orang bilang tiada rotan akarpun jadi, demikian mereka menjalani profesi sebagai guru, yang pada akhirnya mereka ogah-ogahan menjalani profesinya dengan datang dan menyampaikan ilmu seenaknya tanpa terbersit ada tanggung jawab dari apa yang diajarkan.
Potret Keempat
Dari potret sebelumnya, walaupun memiliki variasi perbedaan sikap akan profesi sebagai guru, namun kesemuanya memiliki hakikat yang sama yaitu melalaikan dan mencampakkan tanggung jawabnya sebagai guru. Adapun guru yang kita idamkan adalah guru yang senantiasa optimis dalam menjalankan profesinya, mereka bertanggung jawab akan tugas mengajar dan mendidiknya sebagai bagian dari haknya memperoleh rizki yang halal. Mereka pun  memiliki misi bahwasanya guru adalah profesi mulia, untuk meneladani tugas para nabi dan rasul, dalam berbakti dan memberikan pelayanan kepada umat, untuk mencetak generasi tunas muda yang memberikan harapan bagi kebaikan agama, bangsa dan negaranya.
Mungkin banyak sekali kekhilafan diantara kita yang telah menjalani profesi sebagai guru, yang terkadang masih banyak kewajiban-kewajiban sebagai konsekuensi profesi kita, telah kita tinggalkan. Namun kita yakin harapan itu masih ada…, marilah kita berbenah. Allah telah memilih kita, memberikan kita jalan yang lapang dan mulia dengan profesi ini, kemajuan bangsa dan negara ini ada dipundak kita . . .

Solusi Pendidikan Karakter

“Beribadahlah kamu seakan-akan kamu melihat Allah. Jika kamu tidak sampai kepada upaya itu, maka sekurang-kurangnya rasakanlah bahwa Allah itu Melihat kamu.” (H.R. Muslim)
Persoalan bangsa yang dihadapi pada era sekarang ini adalah hilangnya jati diri bangsa. Dampak nyatanya yaitu munculnya wacana berupa stigmatisasi bahwa negeri pertiwi ini tidak memiliki karakter yang jelas. Wacana  tersebut semakin  dibenarkan dengan berbagai fakta yang mengungkapkan adanya masyarakat yang kurang arif terhadap lingkungan disekitarnya. Oleh karenanya, perlu dikaji rumusan untuk menemukan jati diri bangsa itu sendiri.
Salah satu cara yang paling tepat dalam menanggapi hal ini adalah aspek pendidikan. Saat ini pendidikan sangat digembor-gemborkan dengan urgensi pendidikan karakter. Namun hal tersebut belum terealisasi pada saat ini. Padahal pentingnya pendidikan karakter sudah dirasakan beberapa tahun belakangan. Oleh karena itu, diperlukan formulasi konkrit agar wacana ini tidak “mengambang di angkasa”.
3 Komponen, Tak dapat Dipecah
Pada  umumnya  kita  selalu  menghubungkan   kata  ihsân  dengan  kata  baik, sebagaimana  tertulis di kamus bahasa  Arab. Jika ihsân di sana diartikan  baik, maka muhsin adalah orang yang baik. Hal tersebut tidaklah salah. Akan tetapi jika kita memaknai ihsân hanya dengan  pemaknaan baik, sesungguhnya  terdapat sesuatu hal yang terlewatkan. Mengapa demikian? Pada hakikatnya ketika kita membahas tentang ihsân maka secara otomatis kita juga membahas tentang iman dan Islam.
Ihsân merupakan salah satu dari tiga komponen yang dapat membentuk al-Dîn kita.   Tiga   komponen   tersebut   memang   sudah   menjadi   rukun   dalam   rangka menjalankan agama. Jika satu komponen saja tidak ada, atau tidak paham, maka sesungguhnya kita belum beragama dengan (secara) sempurna. Hal ini bagaikan segi tiga yang tidak bisa saling dipisahkan. Oleh karena itu sudah menjadi keharusan kita untuk selalu berbuat ihsân kepada siapa saja.
Perlu diketahui bahwa ihsân adalah aktualisasi dari iman dan Islam. Karenanya, maka  kedudukan  ihsân  dalam  membentuk  al-Dîn  lebih  tinggi  derajatnya  dibanding iman dan Islam. Walaupun ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dalam kenyataannya, trilogi pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat)  biasanya  hanya  mengunggulkan  iman  dan  Islam  saja  tanpa diaktualisasikan  lebih  dalam  dengan  ihsân.  Jika  ketiganya  memiliki  keterkaitan  dan sama pentingnya, apakah kita sudah memiliki ketiganya?
Ihsân dalam Konteks Pendidikan
Dalam ranah edukasi (pendidikan),  ihsân sangat erat kaitannya, bahkan  sama artinya, dengan kata“afektif”. Sama halnya dengan ihsân, afektif-pun akan berbicara tentang  kebaikan  yang  bersumber  dari  hati.  Oleh  karenanya  pendidikan  karakter berbasis Ihsân sama halnya dengan pendidikan hati. Sebagaimna kita ketahui bahwa hati adalah pusat untuk bertindak. Jika hati kita baik maka sikap kita secara otomatis akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya.
Jika demikian, bagaimanakah dunia pendidikan di Indonesia saat ini? Apakah sudah  mencipatakan  lulusan  yang  baik  dengan  hati  terdidik?  Jika  kita  mengkaji sejenak, sebenarnya apa yang menghambat terwudnya penerapan pendidikan karakter terhadap  peserta  didik?  Permasalahan  ini  terjadi  karena  tidak  ditemukannya  solusi yang tepat dalam menjawab persoalan tersebut. Selain dari pada itu, berbicara tentang karakter pastinya berbicara pada ranah afektif (hati). Maka wajar jika hal tersebut sulit untuk diterapkan.
Padahal   sebagaimana   yang   telah   dipaparkan   oleh   Ki   Hajar   Dewantara, “Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.” Tawuran pelajar, tawuran antar kampung, terorisme, korupsi, dan matinya toleransi hanyalah sedikit contoh hasil pendidikan Indonesia. Jika saat ini intelektualitas masih saja diagungkan dalam pendidikan dan masyarakat, maka sesungguhnya Indonesia tinggal menunggu waktu saja menjadi Negara penjarah, yang lekas pula menjadi suatu bangsa yang binasa. Tentu kita tidak menginginkannya.
Kemudian,  disadari  atau  tidak,  sistem  kelulusan  dalam  Sekolah  dasar  (SD) hingga  Sekolah  Menengah  Atas  (SMA)  yang  dibangun  pemerintah  sangatlah  jelas hanya mementingkan aspek kognitif sa(ha)ja. Perlu diketahui, Ki Hajar Dewantara menyatakan  hal  ini  jauh  sebelum  Bloom  hadir  dengan  “afektif,  psikomotrik,  dan afektif”. Ia mengungkapkan bahwa seorang siswa haruslah dibangun dengan tiga landasan dasar: yaitu, cipta, rasa, dan karsa. Pendidikan yang mengabaikan aspek rasa dan  karsa  hanya  menghasilkan  seorang  ilmuwan  “sakit”.  Realita  yang  terjadi  di Indonesia pun demikian. Betapa banyak orang “pinter” namun tidak berkarakter. Korupsi dilakukan orang pinter, anggota dewan pinter namun tidak beretika. Tidur di waktu rapat paripurna adalah contohnya.
Fakta-fakta   tersebut  telah  cukup  memberi  gambaran  bahwa  saat  ini  arah pendidikan   kita   telah   menghilangkan   berbagai   macam   karakter   dasar   bangsa Indonesia. Dahulu gotong royong adalah harga mati, namun kini masyarakat acuh tak acuh dengan lingkungan sekitar mereka. Inilah akibat dari pendidikan yang tidak berpacu  pada  konsep  ihsân  (kebaikan  hati).  Hal  tersebut  dibuktikan  dengan  tidak sedikit gedung-gedung tinggi hidup berdampingan dengan gubuk reyot. Dan ironisnya, tidak ada interaksi sama sekali di antara mereka untuk saling tolong menolong dan yang ada malah tindakan monopoli dan eksploitasi dari pihak yang berkuasa.
Lucunya di Perguruan Tinggi (PT) penilaian afektif terhadap mahasiswa tidak ada sama sekali. Orientasi yang dilakukan hanyalah seberapa besar anda menguasai suatu mata kuliah yang diberikan oleh dosen. Indeks Prestasi (IP) adalah faktor tunggal menentukan kelulusan seseorang. Oleh karenanya, hanya ada satu kalimat yang bisa terungkap, “Sungguh ironis melihat Perguruan Tinggi tanpa aspek afektif.” Seharusnya Perguruan Tinggi memiliki porsi yang paling besar dibandingkan sekolah dari sisi afektifnya. Hal ini karena Perguruan Tinggi adalah panggung utama perjalanan pendidikan seseorang.
Ihsânlah adalah Solusinya
Membentuk  karakter  warga  negara  adalah  cita-cita the  founding  father  kita. Tujuan  pendidikan  di  Indonesia  adalah  untuk  menumbuhkan  sikap  keindonesian. Hasil yang ingin dicapai adalah jati diri Indonesia. Seperti yang dicita-citakan pemuda Indonesia  dalam  Sumpah  Pemuda  1928  dalam  kalimat,  “Kami  putra  dan  putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”Demi mewujukan cita- cita the founding father tersebut, tentu kita tidak akan mengabaikan aspek afektif dalam mendidik   seseorang.   Pendidikan   yang   melibatkan   cipta,   rasa,   dan   karsa   akan melahirkan peserta didik yang berkarakter.
Semua itu dapat terwujud jikalau pendidikan afektif diterapkan mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan afektif diharapkan dapat memberikan rasa keberagaman dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota masyarakat. Dengan terbentuknya   kepedulian   etika   dan   kepekaan   estetika,   berarti   anak   didik   akan mengakui kehidupan  yang multidimensi dan tidak seragam demi terwujudnya  jiwa gotong royong yang telah menjadi karakter dasar bangsa Indonesia. Semoga Indonesia dapat menerapkan pendidikan kareakter berbasis ihsân sebagai langkah untuk menjadikan diri kita menjadi manusia muhsin. Âmîn. Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.