Iklan

google.com, pub-9195817467890296, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Minggu, 11 Januari 2015

Kesenjangan Antara Operator Sekolah dan Guru


Sejak diterapkannya sistem pendataan satu pintu oleh pemerintah pusat, kehadiran operator sekolah sangat diperlukan. Betapa tidak, pendataan yang hampir tiap bulan selalu ada mengharuskan setiap sekolah memiliki operator khusus untuk menangani segala hal yang berkaitan dengan pendataan tersebut. Sebut saja, Dapodik dan Padamu Negeri salah satu contoh sistem pendataan yang sangat vital bagi PTK.

Salah satu dampak yang ditimbulkan dari sistem pendataan yang berbasis online tersebut adalah seluruh hal yang berkaitan dengan kebijakan terhadap PTK juga dilaksanakan melalui sistem tersebut. 

Sebut saja Sertifikasi guru. Peserta yang dinyatakan berhak untuk menerima sertifikasi disinkronkan melalui kecocokan data yang diisi pada sistem. Jika terdapat satu saja data yang tidak sesuai maka sertifikasi guru tidak dapat dicairkan. Hal tersebut tentunya sangat merugikan guru yang bersangkutan.

Untuk itulah, operator sekolah sebagai penjaga gawangnya harus memastikan bahwa setiap data yang diisikan benar dan tervalidasi dengan baik oleh sistem. Namun, belakangan timbul masalah lainnya, yaitu adanya kesenjangan antara Guru dan Operator Sekolah. Berdasarkan pengamatan abah terhadap beberapa group operator sekolah ataupun ketika saya berkumpul dengan teman-teman operator sekolah, mereka tampaknya mulai mengeluhkan tugas yang diemban oleh mereka karena dinilai terlalu banyak dan berat. Di sisi lain, kesejahteraan para operator sekolah juga tidak sebanding dengan apa yang dikerjakan. Atas dasar hal tersebut, para operator sekolah mulai dijangkiti rasa “cemburu” terhadap guru. Apalagi jika sertifikasi guru sudah cair maka kecemburuan itupun semakin terasa.

Belakangan pula muncul wacana untuk menuntut agar kesejahteraan para operator sekolah disamakan dengan guru sertifikasi. Hal tersebut dinilai wajar mengingat memang tugas operator sekolah terbilang tidak mudah. Namun, tuntutan agar kesejahteraan operator sekolah menjadi lebih baik tampaknya tak kunjung tiba. 

Langkah lain, yang dilakukan oleh beberapa sekolah adalah dengan meminta guru yang telah cair sertifikasinya untuk memberikan sejumlah uang kepada operator sekolah atas jasanya yang telah menginput data PTK yang bersangkutan. Hal tersebut wajar saja. TOh, uang yang diterima guru juga tidak sedikit. Berbagi kepada operator sekolah juga tidak masalah.
Sebenarnya masalah kesenjangan antara operator sekolah dan guru dapat dihindarkan dengan beberapa cara:

1. Pembagian Tugas yang Jelas
Entah, apa dasarnya sehingga operator sekolah dianggap berbeda dengan TU sekolah. Secara pribadi, saya tidak setuju! Menurut saya operator sekolah hakikatnya adalah bagian dari tugas TU sekolah. Jika di suatu sekolah memiliki tiga TU, maka kepala sekolah dapat menunjuk salah satu TU untuk bertugas menginput data (operator sekolah). Sedangkan sisa TU lainnya mengerjakan tugas lain sesuai Tupoksinya. Jika semua operator sekolah beranggapan bahwa apa yang mereka kerjakan adalah bagian dari tugas TU maka tentu tak akan muncul kesenjangan seperti ini.

2. Operator sSekolah Sebaiknya PNS.
Operator sekolah jadi PNS? tentu tidak mungkin untuk menuntut pemerintah untuk mengangkat operator sekolah menjadi PNS karena memang secara umum tugas operator sekolah merupakan bagian dari tugas TU. Nah, untuk menghilangkan kecemburuan antara operator sekolah kepada guru maka sebaiknya yang menjadi operator sekolah adalah petugas TU yang telah berstatus PNS. DEngan demikian, gaji yang diterima juga lumayan sesuai dengan tugasnya. Masalah akan timbul jika yang diangkat menjadi operator sekolah adalah petugas TU yang berstatus honorer sedangkan ia harus menginput data-data guru yang berstatus PNS dan bersertifikasi. Tentu mereka akan bekerja separuh ikhlas karena merasa tidak mendapat imbalan yang sesuai.

Akhirnya, mari kita sama-sama menghargai baik guru dan operator sekolah. Ketahuilah, guru dan operator sekolah sama-sama membutuhkan. Pada akhirnya, kembali kepada pribadi kita masing-masing bagaimana harus menyikapinya. Jayalah pendidikan Indonesia.

Tidak ada komentar: