Iklan

google.com, pub-9195817467890296, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Kamis, 06 Agustus 2015

Menggugat Kinerja Guru Penerima TPG

Menggugat Kinerja Guru Penerima TPG


Guru merupakan sosok terpenting dalam dunia pendidikan. Dialah yang memiliki tugas untuk mendidik, membimbing, dan membina generasi bangsa. Sebagian yang ada pada anak bangsa merupakan hasil dari didikan mereka.



Sebagian besar guru yang telah bersertifikasi di Indonesia telah memperoleh sebuah apresiasi yang disebut Tunjangan Profesi Guru (TPG). Hal ini merupakan salah satu cara pemerintah menghargai guru yang selama ini telah mengabdi terhadap bangsa Indonesia ini. TPG juga dijadikan sebagai motivasi guru untuk bisa meningkatkan mutu dan kompetensinya. Dengan demikian, mutu dan kualitas pendidikan pun diharapkan bisa meningkat ke arah yang lebih baik.

Di saat banyak guru bersertifikasi yang semakin sejahtera dengan TPG, di saat itu pula kritikan bermunculan untuk guru. Banyak pihak dan masyarakat yang menggugat kinerja para guru penerima TPG. Apalagi, terhadap guru yang kurang bisa memanfaatkan TPG yang diberikan pemerintah ini. Dalam hal ini, mereka lebih mengalokasikan TPG untuk hal konsumtif, semisal, urusan pribadi dibandingkan meningkatkan kualitas keguruannya.
 
Dinas Pendidikan (Disdik) menyatakan, TPG yang selama ini dikucurkan belum memperoleh hasil yang signifikan. Menurut Wakil Disdik DKI Jakarta Sopan Adrianto, TPG sepertinya belum menampakan korelasi yang kuat dengan mutu pendidikan, terutama di DKI Jakarta.

"TPG belum bisa menampakkan pengaruh yang kuat dalam meningkatkan mutu pendidikan," ujar Sopan saat Diskusi Sertifikasi Guru dan Dampaknya terhadap Prestasi Pembelajaran Murid bersama wartawan di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sopan menjelaskan,  terdapat 32.186 guru yang mengajar di sekolah negeri DKI Jakarta. Menurutnya, sejumlah itu pernah melakukan uji kompetensi pada 2012. Hasilnya, 22 ribu guru tersebut hanya mampu mencapai level nol hingga lima jika dilihat dari skala nol hingga 10.

Mengetahui hasil tersebut, Sopan mengaku, Disdik DKI Jakarta merasa terkejut. Pasalnya, kata dia, di antara jumlah tersebut, jelas terdapat guru yang telah melakukan sertifikasi dan memperoleh TPG.

Dengan kondisi demikian, Sopan berpendapat bahwa TPG ternyata tidak memiliki pengaruh yang kuat dalam meningkatkan kompetensi guru. Menurutnya, hasil kompetensi guru itu jelas akan berdampak pada kualitas peserta didiknya. Artinya, lanjut dia, hal tersebut akan berdampak pada mutu pendidikan di Indonesia, terutama di DKI Jakarta.

Disdik DKI Jakarta juga mengungkapkan bahwa perlu ada kebijakan baru untuk dibuat pemerintah pusat. Menurut Kepala Seksi (Kasi) Program dan Penganggaran Disdik DKI Jakarta Rita Marina, kebijakan baru itu berkaitan untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama ditujukan kapada guru yang bersertifikat.

"Perlu buat kebijakan baru jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan, terutama pada guru yang bersertifikat," ujar Rita.

Rita menerangkan, TPG perlu dianalisis kembali oleh pemerintah. Menurutnya, tidak semua guru menerima TPG sesuai dengan jadwalnya. Dalam hal ini, ungkap dia, tidak selalu tiga bulan sekali seperti yang ada dalam peraturan. Namun, kata dia, terdapat beberapa guru, terutama di daerah yang harus menerima TPG lebih lama dari yang sudah ditentukan.

Rita berpendapat, hal demikian ini perlu dievaluasi oleh pemerintah. Pasalnya, kata dia, jeda waktu pencairan TPG memengaruhi semangat para guru untuk bekerja.

Selain itu, Rita juga berharap, pemerintah bisa membuat regulasi yang tegas. Menurutnya, perlu ada peraturan perihal persentase penggunaan dari TPG oleh guru.

Terkait hal itu, Rita menjelaskan, kondisi itu terjadi karena banyak guru yang menyalahgunakan TPG. Menurut dia, terdapat guru yang menggunakan seluruh TPG-nya untuk kepentingan pribadi, seperti membeli mobil. Padahal, tambah dia, TPG diberikan untuk meningkatkan profesionalitas para guru.

Untuk itu, Rita menilai, perlu ada aturan perihal persentase penggunaan TPG. Jika dilanggar, nantinya, kata dia, guru bisa dikenakan sanksi, seperti penagguhan TPG-nya. Namun, apabila tidak melanggar, lanjut dia, pemberian dana itu bisa dilakukan secara normal.

Kemudian, Rita juga berpendapat, waktu uji kompetensi dari pusat perlu diperjelas. Menurutnya, uji kompetensi secara mendadak pada 2012 kurang tepat. Dengan adanya kejelasan itu, tambah dia, para guru kelak bisa mempersiapkan diri dengan baik.

Selain wilayah Jakarta, Disdik Kota Bandung juga mengungkapkan hal yang serupa tentang guru penerima TPG. Kadisdik Kota Bandung Elih Sudiapermana mengakui, terdapat indikasi yang kuat yang menunjukkan bahwa TPG belum memiliki pengaruh yang kuat dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan, kata dia, TPG mereka lebih sering digunakan untuk belanja pribadi daripada 'belanja profesi'.

Agar hal itu tidak terjadi, Elih menilai, memang perlu ada kebijakan. Menurut dia, pemerintah harus menetapkan sekitar 10 hingga 15 persen TPG untuk 'belanja profesi'. Selebihnya, ujar dia, bisa dipergunakan guru untuk pribadinya.

Anggota Komisi X Teguh Juwarno juga menjelaskan, agar fenomena-fenomena itu bisa terhindar, Teguh berpendapat, hal ini harus ada sikap dari lembaga eksekutif, legislatif, organisasi, dan stakeholder. Menurut Teguh, pihak legislatif perlu mengetahui peraturan untuk mendorong peningkatan kualitas guru, terutama yang bersertifikasi.

 Tentang belum berpengaruhnya TPG terhadap kinerja guru juga diungkapkan oleh Kemdikbud. Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Sumarna Pranata menyatakan, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2013 mengungkapkan adanya kondisi demikian.  

Menurut dia, dari 1.611.251 guru bersertifikasi, hanya 61.863 guru yang memperoleh nilai tujuh hingga 10. Sementara, guru yang memperoleh nilai nol hingga lima berkisar 1.364.068 guru.

Melihat kondisi demikian, pria yang biasa disapa Pranata ini menilai, memang banyak hal yang perlu dibenahi dari TPG ini. Dia menyatakan, program sertifikasi, peningkatan kompetensi guru, dan pemberian TPG harus diperbaiki ke depannya. Menurutnya, anggaran gaji dan TPG yang berjumlah Rp 214.318 triliun harus bisa dimanfaatkan dengan baik nanti oleh para guru.

Agar hal tersebut tidak terjadi kembali, Pranata menyebutkan, mulai 1 Januari 2016 akan ada kebijakan baru dalam proses sertifikasi guru. Menurut dia, Penilaian Kinerja Guru (PKG) akan menjadi salah satu penentunya. Jika guru memperoleh nilai di bawah 75 atau B maka dia hanya memperoleh sertifikasi. "Sertifikasi tetap dapat, tapi dia tidak memperoleh TPG," jelasnya.

Selain itu, Pranata juga menyatakan, memang harus ada kebijakan secara nasional ihwal TPG. Menurut dia, sejauh ini baru wilayah Sidoarjo dan Gorontalo yang menginisiasi peraturan yang mewajibkan guru untuk meningkatkan kompetensinya. Dalam hal ini, kata dia, mereka perlu memanfaatkan TPG yang mereka terima

Tidak ada komentar: